Kelebihan, Kekurangan, Contoh Dan Pengertian Ideologi Kapitalisme Menurut Para Ahli
Ideologi Kapitalisme – Perekonomian dunia terguncang andal balasan krisis finansial yang melanda dua benua: Amerika dan Eropa, semula terjadi pada 2008 dan berlanjut pada 2011.
Krisis ekonomi menohok tepat di wilayah yang menjadi jantung kapitalisme global.Dunia pun tersentak seakan tak percaya, negara-negara penganut sistem ekonomi kapitalis yang kelihatan tangguh ternyata bisa limbung terkena serangan krisis keuangan balasan utang yang menumpuk. Krisis finansial bahkan membuat sejumlah pemerintahan di negara-negara Eropa jatuh (Yunani, Italia) atau kalah dalam pemilu (Inggris, Irlandia, Spanyol).
Krisis ekonomi yang disebut paling serius semenjak The Great Depressionpada 1930-an itu memunculkan pertanyaan: mengapa negara dengan sistem ekonomi kapitalis yang tampak digdaya bisa lumpuh tak berdaya? Apakah krisis ekonomi ini menjadi penanda sejarah bahwa kapitalisme tengah memasuki periode senjakala? Periksalah kembali Karl Marx dan pemikir-pemikir progresif-radikal bermazhab Marxian, yang karya-karya kesarjanaan mereka berisi kritik atas ideologi kapitalisme berikut praktik ekonomi kapitalis, pasti Anda akan menerima pencerahan betapa kapitalisme mengandung kontradiksi- pertentangan internal yang akut.
Sebagai sebuah sistem ekonomi, kapitalisme telah memikat dunia selama berbilang abad. Negara yang memeluk sosialisme mirip China sekalipun, praktik ekonominya bahkan merujuk pada kapitalisme. Namun, krisis keuangan yang justru melanda negaranegara kapitalis sendiri telah membuka mata dunia, betapa para kapitalis justru bekerja saling berbenturan. Didorong oleh ambisi besar menguasai sumber-sumber ekonomi produktif, para kapitalis cenderung mendominasi sistem produksi, menguasai alat-alat produksi,dan memonopoli acara perekonomian untuk membangun masyarakat kapitalis.
Masyarakat kapitalis terdiri atas kumpulan para pemilik modal yang saling bersaing untuk melaksanakan perluasan bisnis, alasannya digerakkan oleh hasrat mengakumulasi kapital dan melipatgandakan keuntungan. Jika bukan kapitalis A yang berinvestasi di bidang perjuangan tertentu,niscaya kapitalis B yang akan mengambil peluang bisnis dan investasi.Watak dasar kapitalisme yaitu endless accumulation, yang tercermin pada naluri primitif untuk mengakselerasi pertumbuhan.
Hasrat mengakumulasi kapital yang tak bertepi dalam kapitalisme menjalar mirip kanker, yang terus tumbuh hanya untuk mengantarkan seseorang ke pintu ajal (lihat John McMurtry,The Cancer Stage of Capitalism, Pluto Press, 2009). Dengan tabiat ekspansionis dan bersandar pada aturan purba Darwinisme sosial, setiap pemilik modal cenderung berperilaku sama dalam menjalankan praktik ekonomi, melalui aneka rupa kegiatan bisnis berburu rente dalam payung oligopoli.
Praktik ekonomi yang demikian ini oleh Samir Amin, pemikir berhaluan Marxis, disebut the strategies of imperialist rent-seeking and rent-capturing by the oligopolies. Sosiolog Herbert Spencer yang mula-mula mengenalkan istilah Social Darwinism menjelaskan bahwa proses seleksi alam ditentukan oleh siapa yang lebih berpengaruh dan punya daya penyesuaian tinggi, ia bukan saja bisa bertahan hidup, melainkan juga akan terus berkembang dalam kehidupan. Sebaliknya, bagi siapa saja yang lemah dan rendah daya adaptasinya, ia akan punah dan tergilas oleh persaingan dalam kehidupan.
Hukum purba semacam ini diterapkan dengan sangat tepat dalam praktik ekonomi kapitalis, yang secara teknis disebut accumulation by dispossession. Frase ini mengindikasikan betapa kapitalisme berubah menjadi sistem ekonomi hegemonik di era modern melalui eksploitasi,dominasi, dan disposesi.Karena itu, para kritikus menyebut praktik ekonomi kapitalis serupa dengan praktik kekuasaan imperialis, yang mengeruk kekayaan alam dan sumber daya ekonomi di wilayah jajahan demi kemakmuran penguasa kolonial.
Sistem kapitalisme memang menggerakkan acara ekonomi dengan memacu produktivitas, namun para kapitalis mengeksploitasi sumber daya ekonomi demi meraup laba bahkan melampaui apa yang mereka produksi. Tak pelak,kapitalisme merupakan kekuatan destruktif yang sangat membahayakan peradaban dan kemaslahatan umat manusia. Dalam konteks demikian, argumen para kritikus yang menyebut kapitalisme sebagai sumber katastrofi sosial-ekonomi menemukan dasar pijakan yang kuat.
Simaklah kritik pedas—sekali lagi—Samir Amin, penafsir Marxisme nomor wahid, berikut: “The destructive dimension of capitalism makes it impossible to believe that this system can be sustainable. Its place in the history of humanity is that of a parenthesis, one which creates the conditions for overtaking it.If this doesn’t happen, capitalism can only lead to barbarism and the end of all human civilization.” (Ending the Crisis of Capitalism or Ending Capitalism? 2011).
Dalam konteks kritik ideologi, Amin melukiskan betapa kapitalisme penuh dengan paradoks yang pasti akan berujung pada pembusukan balasan keserakahan kolektif. Keserakahan berdaya rusak tinggilah yang mengantarkan pada krisis finansial global mirip yang terjadi dikala ini. Bagi Amin, guncangan yang menerpa sistem ekonomi kapitalis dalam beberapa tahun terakhir bekerjsama lebih dari sekadar krisis finansial, tapi jauh lebih mendalam lagi yakni krisis ideologi.
Membaca postingan di sosial media ihwal kericuhan demo Taxi Online beberapa hari belakangan ini, banyak di antara para pengeritik yang mengarahkan telunjuk ke arah kapitalisme sebagai biang keroknya.
Menurut saya, evaluasi tersebut a-historis; — dan alasannya itu beberapa hari ini saya menyempatkan diri untuk membaca ulang 1-2 buku ihwal kapitalisme yang kebetulan ada di perpustakaan saya. Ternyata, … kapitalisme yaitu isme atau ideologi moderen sebagai tanggapan terhadap isme-isme lain yang telah hadir dan berjaya di masa lalu. Sebut saja feodalisme, kolonialisme, fasisme, komunisme, sosialisme, otoriterianisme, dll.
Kapitalisme sendiri berusaha untuk merumuskan alternatif terhadap tatanan masyarakat masa kemudian itu yang semakin faktual terlihat kebangkrutannya, hanya menghasilkan kemiskinan menyeluruh, dan menentang perubahan.
Secara terminologis, kapitalisme yaitu kegiatan produksi yang diperuntukkan bagi pasar, yang dilakukan oleh perorangan maupun secara bersama, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Di dalamnya termasuk kebutuhan meningkatkan produktivitas dan efisiensi. So what gitu lho …
Dalam perkembangan lebih lanjut, berbekal kaidah efisiensi, konon koperasi moderen yang sekarang dikembangkan di Amerika Serikat juga mengikuti asas-asas kapitalisme.
Bahwa kemudian terjadi penyimpangan semacam kapitalisme semu di Asia Tenggara, hal semacam itu terjadi juga pada isme-isme terdahulu. Korupsi yang terkait dengan birokrasi mirip yang dipaparkan dalam The Rise of Ersatz Capitalism in Souteast Asia (Yoshihara Kunio, 1988) misalnya, itu juga terjadi dalam sosialisme, atau bentuk isme mana pun.
Dan memang, berdasarkan Peter L. Berger (1988), kapitalisme dan sosialisme dalam bentuk yang paling lengkap dan tepat sekalipun, tidak akan dijumpai pada masyarakat bangsa-negara mana pun; pada kurun waktu yang mana pun. Baik kapitalisme maupun sosialisme sama-sama tidak memuaskan dalam mencapai pemerataan dan keadilan.
Berdasarkan kajian teoritis terhadap korelasi antara kapitalisme dengan stratifikasi; kapitalisme dengan bentuk-bentuk masyarakat politik; serta kapitalisme dengan banyak sekali bentuk sistem nilai, dalam buku Revolusi Kapitalis, sampailah Peter Berger pada 50 proposisi ihwal kemakmuran, keadilan dan kebebasan, yang diajukannya atas dasar bukti empiris; tidak semata-mata ihwal kapitalisme, tetapi juga ihwal “pantulan bayangan pohon”nya, yakni sosialisme.
Begitulah, inspirasi ihwal sharing economy yang belakangan ini mengemuka, boleh jadi merupakan revolusi kapitalisme tahap lanjutan, jikalau dilihat dari produk atau layanannya yang semakin efisien dan bermanfaat. Kalau diperhatikan, kebutuhan akan kapital bukan hanya di pihak penyelenggara aplikasi, tetapi juga para pemilik armadanya yang amat sangat banyak. Mereka secara bantu-membantu saling melengkapi membentuk sharing economy. Karena itu, para pihak di sisi “supply” berhak pula memperoleh manfaat.
Adapun ihwal manfaat dari sisi demand, kita kutip saja “10 Alasan Taxi Online Disukai Penumpang” yang dengan gaya bercanda, pernah pula beredar di media sosial. Kesepuluh alasan tersebut adalah: (1) Murah; (2) Mobil bagus: (3) Muat banyak; (4) Tidak takut nyasar; (5) Tak ribet uang kembalian; (6) Tak takut Argo Kuda; (7) Bisa charge HP; (8) Ada permen Aqua dan tissue; (9) Komentar tetangga: “Hebat, ia udah pake sopir”; (10) Kata satpam kompleks, “Wah kendaraan beroda empat bapak itu banyak betul, gonta-ganti terus”.
Karena itu, yang harus dikaji di kemudian hari, bukan soal kapitalismenya semata yang akan terus menyebarkan diri melalui modernisasi (karena hal itu merupakan tuntutan zaman), melainkan membuat batas-batas aturan yang jelas, yang mengayomi problem moral dan etika, yang terbawa pada kasus keadilan, yang konon ingin diperjuangkan oleh sopir Non-Taxi Online dan barisannya. Di sisi lain, konsumen juga menginginkan keadilan biar sanggup terus memperoleh manfaat, mirip yang selama ini telah dirasakan.
Baca Juga: Latar Belakang, Kelebihan Dan Kekurang
Krisis ideologi kapitalisme berpangkal pada kuatnya orientasi untuk menumpuk kekayaan material, meskipun harus ditempuh melalui caracara yang mengabaikan etika dan moralitas, bahkan mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan. Maka, Amin pun secara provokatif menyarankan biar dunia tak perlu berikhtiar untuk mengakhiri krisis kapitalisme alasannya ia sedang bergerak menuju final sejarah. ●