Materi, Manfaat, Upaya, Tujuan Pengertian Pembangunan Berkelanjutan Menurut Para Ahli
Secara harfiah, pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai pembangunan yang sanggup memenuhi kebutuhan generasi ketika ini tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka konsep pembangunan berkelanjutan mengintegrasikan problem sosial, ekonomi dan lingkungan. Hal ini sebagaimana yang dituangkan dalam UU No. 32 Tahun 2009 ihwal Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).
Berdasarkan tata bahasa, pengertian kata sustainable intinya sanggup diartikan juga dengan capable of being sustained atau kemampuan untuk tetap berkelanjutan, sedangkan kata development diartikan sebagai pembangunan.
Jadi, secara bahasa pengertian sustainable development sanggup diartikan sebagai pembangunan berkelanjutan. Tetapi pengertian mengenai sustainable development secara luas tidak sesederhana pengertian secara bahasa. Ada beberapa definisi mengenai sustainable development (pembangunan berkelanjutan).
Salah satu definisi yang paling sering dikutip, yaitu definisi dalam Our Common Future, atau yang juga dikenal dengan sebutan Brundtland Report:
Sustainable development is development that meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs. It contains within it two key concepts:
·the concept of needs, in particular the essential needs of the world’s poor, to which overriding priority should be given; and
·the idea of limitations imposed by the state of technology and social organization on the environment’s ability to meet present and future needs.
Our Common Future – Pembangunan Berkelanjutan
Sejak pertama kali didefinisikan oleh Komisi Brundtland, telah banyak pakar dan praktisi memperlihatkan definisinya sendiri mengenai pembangunan berkelanjutan, akan tetapi makna yang jelas, tetap, dan kekal dari definisi-definisi tersebut sukar ditangkap. Hal ini menjadikan beberapa pengamat menyebut pembangunan berkelanjutan sebagai suatu oxymoron, yaitu secara mendasar bertentangan dan tidak sanggup didamaikan.
Selanjutnya, kalau ada yang bisa mendefinisikan dan mengaplikasikan kembali istilah tersebut sesuai dengan tujuan mereka, itu menjadi berarti dalam praktek, atau lebih jelek lagi, sanggup dipakai untuk menyamarkan atau greenwash acara yang secara sosial atau lingkungan merusak,[2]
Bahkan berdasarkan Dick Richardson sustainable development tersebut merupakan kebohongan politik belaka dan palsu. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa ada pertentangan antara keterbatasan bumi dengan sistem alamiah yang berjalan sendiri dalam batasannya, selengkapnya yaitu “It attempts – unsuccessfully – to obscure the basic contradiction between the finiteness of the earth, with natural self-regulating systems operating within the limits, and the expansionary nature of industrial society.”[3]
Pembangunan berkelanjutan membutuhkan partisipasi dan perspektif dari aneka macam pemangku kepentingan, dengan target untuk melaksanakan merekonsiliasi aneka macam nilai dan tujuan yang berbeda menuju sintesis gres untuk mencapai nilai-nilai yang sama dan sinergis.
Akan tetapi faktanya yaitu bahwa untuk mencapai konsensus terkait dengan nilai, tujuan, dan agresi yang berkelanjutan seringkali menjadi hal yang sulit untuk dicapai, bahkan terkadang pemangku kepentingan individu melaksanakan penolakan terhadap hal dimaksud di atas alasannya yakni merasa bahwa proses tersebut terlalu sulit dan terlalu mengancam nilai mereka sendiri.[4]
Pengertian Pembangunan Menurut Para Ahli (Supardi, 2003). pembangunan berkelanjutan yang mendukung prinsip-prinsip kehidupan.
a. menghormati dan memelihara komunitas kehidupan;
b. memperbaiki kualitas hidup manusia;
c. melestarikan daya hidup dan keragaman bumi
d. menghindari sumber daya – sumber daya yang tidak terbarukan;
e. berusaha tidak melampaui kapasitas daya dukung bumi;
f. mengubah perilaku dan gaya hidup orang per orang;
g. mendukung kreativitas masyarakat untuk memelihara lingkungan sendiri;
h. menyediakan kerangka kerja nasional untuk memadukan upaya pembangunan pelestarian
menciptakan kolaborasi global
Dalam tahun-tahun berikutnya sesudah Laporan Brundtland, muncul beberapa definisi-definisi yang berbeda mengenai pembangunan berkelanjutan. Salah satunya yaitu pengertian mengenai pembangunan berkelanjutan yang dikembangkan oleh the Board on Sustainable Development of the U.S.
National Academy of Sciences, yang berusaha menggabungkan beberapa pengertian mengenai pembangunan berkelanjutan. Dalam laporannya: “Our Common Journey: A Transition toward Sustainability,” the Board atau Dewan fokus kepada perbedaan pendapat antara advokat dan analis, dan berusaha untuk mempertahankan dan menyebarkan kekerabatan di antara keduanya, dan pandangan ke masa depan (Lihat gambaran dibawah).
Tabel : Unsur-Unsur dari Definisi Sustainable Development[5]
WHAT IS TO BE SUSTAINED?
FOR HOW LONG?
25 years
“Now and in the future”
Forever
WHAT IS TO BE DEVELOPED?
NATURE
Earth
Biodiversity
EcosystemsPEOPLE
Child survival
Life expectancy
Education
Equity
Equal opportunity
LIFE SUPPORT
Ecosystem services
Resources
EnvironmentLINKED BY
Only
Mostly
But
And
Or
ECONOMY
Wealth
Productive sectors
Consumption
COMMUNITY
Cultures
Groups
PlacesSOCIETY
Pembangunan Berkelanjutan
Institutions
Social capital
States
Regions
Dari gambaran yang digambarkan di atas, “What is to be sustained?,” atau hal-hal yang harus dipertahankan, terdiri dari tiga kategori yaitu “Nature” atau alam, “Life-Support” atau sistem pendukung kehidupan, dan “Community” atau komunitas.
Berdasarkan literatur yang telah disurvei, Dewan menemukan bahwa pada umumnya, lebih ditekankan kepada sistem pendukung kehidupan, yang mendefinisikan alam atau lingkungan sebagai “source of services for the utilitarian life support of humankind.” Studi mengenai jasa ekosistem telah memperkuat definisi ini dari waktu ke waktu.
Sebaliknya, beberapa literatur yang terkait dengan pembangunan berkelanjutan memperlihatkan nilai terhadap “alam” berdasarkan nilai intrinsik dibandingkan berdasarkan keuntungannya untuk umat manusia. Ada juga tuntutan paralel untuk mempertahankan keanekaragaman budaya, termasuk mata pencaharian, kelompok, dan tempat-tempat dimana masyarakat adatnya terancam.[6]
Begitu pula mengenai “What is to be developed?.” Ada tiga yang sangat berbeda ihwal apa yang harus dikembangkan: “People” atau masyarakat, “Economy” atau ekonomi, dan “Society” atau masyarakat. Pada awalnya literatur yang ada membahas mengenai pembangunan ekonomi, melalui sektor yang produktif menyediakan lapangan kerja, konsumsi yang diinginkan, dan kesejahteraan.
Akhir-akhir ini, perhatian telah bergeser ke pembangunan manusia, termasuk aksentuasi pada nilai dan tujuan, mirip contohnya peningkatan impian hidup, pendidikan, kesetaraan, dan kesempatan. Akhirnya, the Board on Sustainable Development juga mengidentifikasi panggilan untuk menyebarkan masyarakat dengan menekankan kepada nilai-nilai keamanan dan kesejahteraan nasional negara, daerah, dan institusi-institusi termasuk modal sosial dari kekerabatan dan kekerabatan antar masyarakat.[7]
Definisi lain yang populer dikemukakan oleh World Commission on Environtment and Development (WCED) 1978, yang dikenal pula dengan nama Komisi Bruntland, yakni “pembangunan yang memenuhi generasi sekarang tanpa membahayakan generasi mendatang untuk sanggup memenuhi sendiri kebutuhan mereka”.
Konsep pembangunan berkelanjutan pertama kali dipublikasikan oleh The World Concervation Strategy (WCS) pada tahun 1980 di Gland, Swiss dan menjadi sentra pedoman untuk pembangunan dan lingkungan. Pada WCS tersebut, pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai berikut : “Sustainable development – maintenance of essential ecological processes and life support systems, the preservation of genetic diversity, and the sustainable utilization of species and ecosystems”.
Pembangunan berkelanjutan meliputi tiga lingkup kebijakan:
Ø pembangunan ekonomi,
Ø pembangunan sosial dan
Ø derma lingkungan.
Dokumen-dokumen PBB, terutama dokumen hasil World Summit 2005 menyebut ketiga hal dimensi tersebut saling terkait dan merupakan pilar pendorong bagi pembangunan berkelanjutan. Deklarasi Universal Keberagaman Budaya (UNESCO, 2001) lebih jauh menggali konsep pembangunan berkelanjutan dengan menyebutkan bahwa
“…keragaman budaya penting bagi insan sebagaimana pentingnya keragaman hayati bagi alam”.
Dengan demikian “pembangunan tidak hanya dipahami sebagai pembangunan ekonomi, namun juga sebagai alat untuk mencapai kepuasan intelektual, emosional, moral, dan spiritual”. dalam pandangan ini, keragaman budaya merupakan kebijakan keempat dari lingkup kebijakan pembangunan berkelanjutan.
Penataan Ruang Dalam Konteks Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan pada hakikatnya yakni pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki untuk maksud dan tujuan tertentu. Ketersediaan sumberdaya sangat terbatas sehingga diharapkan taktik pengelolaan yang sempurna bagi pelestarian lingkungan hidup semoga kemampuan harmonis dan seimbang untuk mendukung keberlanjutan kehidupan manusia.
Strategi pengelolaan yang dimaksud yaitu upaya sadar, terencana, dan terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan, dan pengembangan sumberdaya secara bijaksana untuk meningkatkan kualitas hidupDalam menyusun suatu planning tata ruang yang baik, nilai-nilai ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup menjadi kepingan yang tidak terpisahkan
Baca Juga : Reksadana
Pembangunan berkelanjutan mengaitkan tiga aspek utama yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. Untuk menjamin keberlanjutan pembangunan ekonomi dan sosial budaya, ekosistem terpadu yang menopangnya harus terjaga dengan baik.